Sunday, February 7, 2010

Visit Sumatera and Find out one of Indonesian beauty place





Memulai kembali hobby yang sudah lama tidak saya lakukan, menulis :-D
Well… kali ini saya akan berbagi tentang keindahan alam sumatera. Yeah… hal yang sangat saya suka, bercerita tentang keindahan alam Indonesia sebagai salah satu bentuk upaya saya mendukung program Visit Indonesia. Ok, let’s begin it

Indonesia, Negeri yang ketika berbicara tentang panorama alamnya, maka tak segan saya menyebut bagai sebongkah keindahan surga yang dikirim kan Tuhan ke negeri ini. Kali ini, yang akan saya bagi adalah keindahan alam sumatera.

Bermula dari kunjungan saya beberapa bulan lalu ke pulau terbesar keenam di dunia tersebut, untuk melakukan peliputan mengenai perburuan harimau sumatera, satwa langka endemic sumatera. Bertujuan ke provinsi jambi, tepatnya daerah sungai penuh saya dan rekan setim saya budi satrio memilih padang sebagai tempat transit. Mengingat daerah sungai penuh sendiri relative lebih dekat dari padang, ya sekitar tujuh jam perjalanan darat, sementara jika melalui jambi sendiri memaka waktu hingga sepuluh jam.

Tiba di padang sore hari, tepatnya sekitar pukul tiga sore, kami pun langsung melanjutkan perjalanan melalui jalur darat. Perjalanan yang cukup melelahkan memang, tapi semua terbayar dengan panorama sepanjang jalan yang begitu indah dan mempesona. Sekitar pukul lima sore hari, kami melewati sebuah danau yang begitu indah. Saya dan tim pun memilih berhenti sejenak, menikmati sunset di beberapa titik sekitar danau tersebut sembari mengambil beberapa gambar keindahan alam ciptaan Tuhan tersebut. Anda pasti peasaran apa nama danau ini???? Namanya, Danau atas,menurut driver yang menemani perjalanan kami, Afrison, danau ini dikenal juga sebagai danau kembar. Ya kembar, jika danau ini dikenal dengan sebutan danau di atas, maka kembaranya adalah danau bawah yang belum sempat saya kunjungi. Hikz :’-(

Baiklah, kita kembali ke danau di atas saja  .Terletak di kabupaten solok, berjarak 64 km dari kota padang dan 76 km dari bukit tinggi, kawasan ini wajib menjadi salah satu tujuan wisata jika anda bepergian ke sumatera. Tak hanya bisa melihat panrama sunset yang begitu indah, anda juga bisa melihat arsitektur khas minang di lokasi ini. Tak hanya itu, hawa pagunungan yang sejuk dan menembus pori-pori kulit membuat saya tambah betah disini. Air danau yang dingin, hmmmmmmmmm….. segar sekali, membuat saya ingin menceburkan diri. Mengingatnya membuat saya ingin berteriak “Tuhan…. Indah sekali tempat ini…. Aku ingin kembali menikmatinya….”

Namun, perjalanan yang harus kami tempuh masih panjang, setelah cukup menikmati panorama di sini, kami pun melajutkan perjalanan menuju sebuah kota kecil di kaki gunung kerinci, yaitu sungai penuh. Kami pun sampai di tempat ini pada malam hari dan langsung memutuskan untuk beristirahat.

Keesokan harinya, kami langsung menemui seorang teman, Deby namanya. Wanita paruh baya berkewarganegaraan Inggris yang telah puluhan tahun menetap di kota kecil ini. Banyak orang mengenal wanita ini sebagai pencinta harimau, bahkan kalau saya bertanya dengan teman-teman yang aktif di lsm lingkungan hampir semuanya mengenal wanita yang sebelumnya berprofesi sebagai jurnalis di Inggris. Kecintaannya terhadap satwa, khusunya harimau, menggiringnya tinggal dan menetap di pulau yang menjadi habitat harimau sumatera ini. Very nice Deby… I really appreciate that 

Well…. Kita kembali pada kisah tentang panorama alam di kota ini. Tak hanya panorama alam yang maha indah, orang-orang di sini pun begitu ramah dan cepat akrab dengan kami. Kami diajak ka sebuah tempat yang relatif tinggi (Tuhan… saya lupa nama tempat nya), dimana dari tempat ini kita bisa melihat jajaran bukit barisan, gunung hingga danau kerinci. Maha Indah kawan…. Tak ada kata lain yang lebih tepat untuk saya katakan.

Tak hanya bisa menikmati sunset, sunrise pun bisa dinikmati dari tempat ini. Tak ayal keesokan harinya kami memutuskan bangun pukul lima empat pagi agar bisa ke tempat ini dan menikmati indahnya matahari terbit. Hari masih gelap saat kami tiba di lokasi ini, cahaya rembulan pun masih tampak dari balik pepohonan yang menjulang tinggi. Udara dingin menusuk kulit meskipun jaket tebal sudah menutupi badan. Perlahan matahari pun mulai menampakkan diri, sinarnya mulai terlihat diantara bukit barisan yang tehampar dari ujung utara hingga selatan pulau sumatera. Tak hanya itu, awan pun bergerak genit ingin menonjolkan diri sebagai pendamping keindahan alam disini. Hmmm…. Posisi saya yang relative berada di ketinggian pun dikelilingi awan. Seperti lagu Katon Bagaskara, Negeri di awan… begitulah panorama disini… ini tidak berlebihan kawan, it’s real!!!!

Dari sini kami pun melanjutkan kencan dengan alam di kawasan sungai penuh ini. Kami pun berangkat menuju menjumpai air terjun telun berasap. Untuk mencapai tempat ini, kami terlebih dahulu melewati hamparan perkebunan teh yang hijau dan menakjubkan. Indaaaaaaaaaaahhhhhhhhh….. sekali…………….

Tak berapa lama, kami pun tiba di air terjun Telun Berasap. Lokasinya terletak di kecamatan kayu aro, kabupaten kerinci. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar lima puluh meter dengan air yang bersumber dari sungai yang berhulu di gunung tujuh.

Nah penasaran kan kenapa air terjun ini disebut Telun berasap???? Alasannya debit air yang turun dari air terjun ini begitu besar sehingga Nampak menguap dan seperti asap air. Pakaian kami pun tak luput dari serbuan “asap air” nya. Weeeeewwwwwwww…… segar sekali kawan….
Tak hanya itu kawan, saya jamin anda akan sangat menikmati panorama disekeliling air terjun yang ditutup hutan belantara. Benar-benar sempurna….

Sayang kawan, kami tak bisa berlama-lama di tempat ini, karena kami harus mempersiapkan diri untuk memasuki Kawasan Nasional Kerinci Seblat, tepatnya kawasan hutan di kaki gunung kerinci dan berencana untung menginap di hutan demi menemukan jejak harimau sumatera, satwa langka, endemic sumatera pada keesokan hari. Kami pun kembali ke hotel dengan menyimpan memori yang indah akan panorama alam ini. Sepanjang perjalanan pulang ada satu hal yang sangat saya sayangkan, pemerintah setempat kurang melakukan promosi dan pengelolaan terhadap objek-objek wisata di daerah ini. Sehingga tak banyak objek wisata yang familiar baik bagi turis local maupun mancanegara. Padahal saya berani pastikan, keindahan panorama alam disini tak kalah dengan daerah-daerah lain di Nusantara.

Wednesday, February 3, 2010

"Tiada berita seharga nyawa"

Teringat saat beberapa waktu lalu saya melakukan peliputan tentang pebunuhan wartawan radar bali AA Prabangsa. terlepas dari dugaan adanya masalah uang, kisah Prabangsa setidaknya menjadi hal yang bisa kita cermati bersama.

betapa segelintir orang, demi menutupi ulah biadab mereka, nyawa manusia seolah tidak ada harganya lagi. semua seolah merasa talah menjadi Tuhan, sehingga merasa berhak mencabut nywa orang lain. kadang aku sering bertanya pada diri sendiri, sebenarnya apa yang ada dipikiran mereka????

Apakah dengan menghilangkan nyawa orang lain, lantas semua masalah yang menjadi halangan itu terselesaikan? atau justru melahirkan masalah baru. sure, we all know d answer.

kembali ke polemik pembunuhan terhadap Prabangsa, yang ditenggarai disebabkan oleh pemberitaan yang di tulis oleh korban terkait korupsi di dinas pendidikan di Banglih, Bali. dugaan adanya korupsi setidaknya oleh tiga elemen, yaitu Bupati, kepala dinas pendidikan Banglih, dan pengawas proyek yaitu Susrama sendiri yang kini telah ditahan oleh Polda Bali.

adalah alaimiah, jika setiap pihak yang melakukan pelanggran merasa takut jika pelanggran yang dilakukan terbongkar. akan tetapi, menurut saya, tidaklah wajar jika kita harus merugikan orang lain untuk menutupi kejahatan kita.

jadi teringat buku the kite runner, ketika ayah husin mengatakan, hal yang paling jahat adalah mencuri. jika kau berbohong, maka kau mencuri hak seseorang untuk mendapat kan kebenaran. jika kau membunuh, maka kau mencuri seseorang dari keluarganya dan orang2 yang dicintai dan mencintainya.

berbicara mengenai pemnuhan terhadap AA Prabangsa dan motif yang menyelubunginya, maka kasus pembunuhan terhadaop wartawan bukanlah hal yang asing sebenarnya. terlebih lagi jika itu kasus2 pembunuhan terhadap wartawan di medan perang.

suatu ketika saya pernah membaca (lupa sumbernya apa), dikatakan bahhwa dalam medan perang meskipun konvensi jeneva mengatakan bahwa wartawan adalah pihak yang tidak boleh diserang saat pertempuran berlangsung.

akan tetapi jika kita berada pada medan perang, biasnya kia akan embedded pada salah satupihak, yang itu artinya menjadi ancaman bagi pihak yang lain. karena dikhawatirkan pemberitaan kita akan memihak pada pihak yang kita tempel tersebut. solusinya, pihak lainnya tentu berpikir untuk menghindari pemberitaan yang negatif dengan menyerang wartawan yang berada di pihak lawan.

Committe to Protect Journalist/CPJ melaporkan setidaknya 64 wartawan terbunuh saat bertugas selama 2007. Tahun tersebut dianggap sebagai tahun paling mematikan bagi insan pers dalam lebih dari satu dekade terakhir. so bad....

Nah, dalam melakukan peliputan, memang patut kita akui terkadang kita lupa pada batasan dimana seharusnya kita berhenti melangkah dan sepatutnya memutuskan untuk berdiam atau mundur perlahan. entah itu naluri, keasyikan, atau obsesi, yang terkadang menjadikan kita melangkah melewati batas itu dan lupa pada risiko yang menghadang.

saya teringat kembali pada tulisan meuthia hafidz dalam bukunya 168 jam dalam sandera, ketika dia bercerita saat meliput di Iraq dan saat dia tanpa pikir panjang memegang serpihan bom yang baru saja meledak, meskipun ia sudah diperingatkan untuk tidak menyentuhnya, karena serpihan tersebut masih berpotensi meledak.

judul tulisan ini, saya ambil dari tulisan yang pernah saya baca pada baju seorang teman yang juga wartawan : "Tiada berita seharga nyawa".... tapi harus kita akui, tiada nyawa yang bisa mengalahkan nikmatnya mendapatkan kepuasan ekslusif dalam pemberitaan.........

Asalkan satu hal.... kita tak terjebaj dalam KAPITALISME PERS!!!!