Friday, May 30, 2008

Aku bukan bak sampah and friendship is a bullshit

Ya, aku memang bukah bak sampah, tempat membuag berbagai kotoran. Selama ini, teman-temanku banyak yang menganggap aku bak sampah. Tempat untuk membuang keluh kesah mereka tentang pacarnya atau orang yang mereka cintai. Mereka tumpahkan semua padaku, tapi tidak lama kemudian sampah-sampah yang mereka ungkapkan itu malah dimakan lagi. Panas rasanya telingaku mendengar keluh kesah mereka sebelumnya yang dengan mudah saja mereka jilat lagi.
Bagi ku tidak ada yang namanya sahabat sejati di dunia ini, semuanya omong kosong. Jangan percaya jika seseorang mengatakan ia sahabat kita, it’s a bullshit. Dahulu, aku pernah percaya bahwa semua itu ada, tapi kemudian waktu menjelaskan pada ku bahwa semuanya hanya fatamorgana.
Aku jadi teringat pada seorang teman, suatu ketika dia banyak bercerita padaku mengenai seorang laki-laki yang sangat dia cintai. Dia mengatakan bahwa dia saat itu sangat membenci laki-laki itu, karena menurutnya selama mereka berhubungan lelaki itu hanya memanfaatkan dia saja. Aku sendiri tau betul bagaimana lelaki itu memanfaatkan temanku, apalagi kata teman ku itu “lelakinya” itu keegoisannya sudah sangat dikenal oleh orang-orang.
Pada dasarnya, aku memang sudah tidak menyukai perangai lelaki itu, apalagi ditambah cerita teman ku itu, semakin kuat saja keyakinanku akan jahatnya lelaki itu. Tetapi, Sumpah di luar dugaan ku temanku kemudian kembali ke pelukan lelaki yang katanya dia “benci” itu. What the Fxxx up??? Gila, aku sudah bela2in dengar ceritanya yang panjang kali lebar itu, plus memberi nasihat2 untuk menguatkan dia saat terjatuh, eh tiba2 dia menyia2kan usaha ku itu.
Ibarat maju ke medan perang, aku sudah berupaya membackingnya untuk menghadap lawan, eh ternyata tiba2 dia menghilang dari depanku dan berpindah haluan menjadi bagian dari pihak lawan. Tinggallah aku sendiri kaya orang bego, ga tau mau ngapain. Makanya, memang lebih baik menutup telinga saat teman kita bercerita tentang jahatnya orang yang dia cintai.
Mungkin temanku itu bukan orang satu2nya di bumi ini yang bersikap demikian. Tapi kadang aku berpikir, apa mereka tidak sadar ketika mereka menceritakan betapa jahatnya orang yang justru mereka cintai, sebagai teman, kita tentu mengalami yang namanya peningkatan emosi untuk membenci orang yang dimaksud.
Bodohnya aku karena percaya apa yang dikatakan temanku, dan membuang energy ku untuk menasihatinya. Yup, teman ku tidak salah, hanya aku yang terlalu bodoh percaya begitu saja dengan ceritanya saat dia terjatuh. Aku sangat bodoh ketika mau begitu saja menjadi bak sampah tempat dia menumpahkan keluh kesahnya. Aku begitu bodoh, sehingga ketika orang yang kusupport tiba2 berbalik arah, aku hanya bisa menulis di blog ku ini. Fxxxx it all… Frenship is a bullshit…

Thursday, May 22, 2008

The Gorgeous Sempu Island


Masih ingatkah anda pada film The Beach? Yup, film tersebut dibintagi oleh Leonardo Dicaprio sekitar tahun 2001 silam. Kalau saya Tanya apa yang paling melekat di benak anda saat mendengar nama film tersebut. Sudah barang tentu bayangan anda tidak akan jauh dari panorama pantai yang sangat indah dengan pemandangan batu karang yang menawan di depannya. Sangat eksotik memang pantai yang usut punya usut ternyata berada di Thailand tersebut. Tapi, di sini saya tidak akan membicarakan mengenai keindahan pantai di negeri tetangga tersebut.
Percaya atau tidak, di negeri tercinta ini Indonesia, kita pun memiliki pantai seindah di film The Beach, bahkan bisa dikatakan jauh lebih indah. Karena jika di pantai di film The Beach tersebut ada hiunya, maka di pantai yang saya maksud di sini tidak akan anda temui hiu. Jadi anda bisa berenang sepuasnya, tanpa khawatir diterkam monster laut tersebut.
Pantai yang saya maksud adalah pantai yang terdapat di Pulau Sempu, Malang, Jawa Timur, Pastinya di negeriku tercinta Indonesia. Saya jamin anda akan terpesona ketika melihat keindahan pantai ini, laut yang berwarna biru dan memungkinkan anda melihat batu karang langsung dari permukaan air tanpa harus menyelam. Sangat Indah ciptaan Tuhan yang satu ini.
Untuk mencapai tempat nak eksotik ini pun tidak mudah, kita perlu berjalan kaki sekitar lebih dari satu jam. Menyusuri jalan setapak di tengah huta, merupaka petualangan yang tidak akan pernah saya lupakan. Apa lagi melihat ulah teman2 yang unik2 pada waktu itu.
Perjalanan kami dimulai dari Malang, kota Apel, atau lebih tepatnya dari kawasan kampus putih Universitas Muhammadiyah Malang (Kampusku tercinta). Kami berangkat pada pukul 05.30 am, pagi sekali tentunya, mengingat perjalanan yang akan kami tempuh pun akan sangat jauh. Beranggotakan delapan orang yang terdiri dari Erick (Ketua Rombongan), Aprida (Bendahara), Enny (seksi konsumsi), Randy dan Dika (Seksi Angkut2), Isna(Assisten Bendahara), Yanti (Psikolog kami), dan Saya sendiri (ahlinya dalam hal bakar2 ikan). Petualangan pada selasa (20/05/08) itu pun di mulai, cukup jauh juga perjalanan yang kami tempuh menuju daerah Malang Selatan. Mendekati areal yang terkenal sebagai pusat pelelangan ikan ini, jalan yang kami lalui semakin berliku dan terjal. Tak ayal, saya pun mengalami mabok, antara pengen mengeluarkan semua isi perut, kepala yang terasa semakin berputar2, hingga puyeng. Sesekali mobil yag kami kendarai harus berhenti sesaat, sekedar untuk mengistirahatkan kepuyengan kami yang semaki menjadi.
Sekitar pukul 09.00 am, akhirnya kami sampai juga di daerah Sendang Biru, Malang Selatan. Kami pun langsung menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hanya dengan uang Rp. 45.000,- kami bisa mendapatkan satu ekor tuna yang besar dan satu yang sedang. Murah sekali tentunya, apalagi ikan2 tersebut masih fresh. Sebelum menyeberang ke pulau sempu dan memulai petualangan yang lebih seru, kami mengisi perut dahulu, mengingat perjalanan yang akan kami tempuh nanti ckup jauh, apalagi sebelum berangkat kami belum sempat sarapan. Setelah selesai makan, kami pun menyewa perahu untuk menyebrang menuju pulau sempu, cukup dengan Rp. 70.000,- anda sudah bisa pulang pergi ke Sempu, setelah sampai di Sempu ada tidak perlu membayar biaya perahu dulu. Anda biang saja kapan anda mau dijemput, dan ngatlah nomor perahu yang anda tumpangi. Maka pada jam yang anda inginkan, perahu itu akan menjemput anda. Nah setelah itu lah anda baru membayar biaya penyebrangan.
Sesampainya di pulau sempu inilah petualangan sebenarnya di mulai. Kami harus menyusuri jalan setapak selama lebi dari satu jam, untuk mencapai pantai nan indah tersebut. Sesekali kami berpapasan dengan orang-orang yang selesai camping di pantai Sempu tersebut. Perjalanan tersebut sudah barang pasti sangat melelahkan, tetapi juga mengasyikan. Apalagi kalo ingat tentang Bendahara kami, Aprida. Mulai dari jalannya yang lambat, katakutannya saat melewati jalan menanjak ataupun menurun yang berlumpur, hingga kasus terjatuhnya sandal miliknya. Yang ada, kami menjadi tertawa gelak melihatnya yang hamir menangis kehilangan sandal. Maka, akupun berusaha menghiburnya dengan mengatakan dia boleh memakai sandal ku, mengingat aku juga sudah mempersiapkan sepasang sepatu untuk perjalanan ini.
Setelah cukup lama berjalan, akhirnya kami sampai juga di pantai Pulau Sempu ini. Demi Tuhan… Sangat Indah Sekali. Pantai yang dikelilingi oleh tebing yang tinggi dan dipenuhi tumbuhan hijau, bak danau ditengah lautan, dengan satu pintu air yang langsung terhubung dengan laut bebas. Ditabah lagi pasir putih yang lembut sekali. Betul apa yang dikatakan teman saya “percaya deh capekya perjalanan kita akan terbayar setelah melihat pantai ini”. Benar-benar Indah… Saya merupakan penikmat pantai, dan ini merupakan salah satu pantai terindah yang pernah saya lihat. For me, it’s Gorgeous.
Melihat pantai seindah ini, naluri seorang anak yang besar di kota seribu sungai menggiring saya untuk segera berenang. Sesaat setelah menyeka keringat, saya pun langsung berlari ke air. Byur…. Nikmat sekali rasanya, apalagi sudah lama saya tidak berenang. Senag sekali rasanya melakukan sesuatu yang kita senangi, tetapi sudah lama tidak kita lakukan.
Pada pukul 12.00 pm, kami mulai aktivitas bakar ikan. Wah, rasanya benar2 kebali ke alam. Dalam sekejap tuna yang kami beli di TPI menjadi santapan yang sangat menggiurkan dan nikmat sekali. Meminjam kata2 salah satu acara kuliner di Televisi, Ma’nyus Pemirsa…
Setelah makan siang, kami kembali bermain air yang kemudian kami lanjut kan dengan menaiki batu karang di salah satu sisi pantai. Dari sini, kami bisa langsung melihat laut lepas dimana terdapat beberapa batu karang di tengah lautan, mengingatkan saya pada Tanah Lot di Bali, Sangat Indah.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00pm, kami pun harus menyiapkan barang-barang kami untuk pulang kembali menyusuri jalan setapak yang berliku dan menyebrang kembali ke Sendang Biru untuk selanjutnya kembali ke Malang. Kembali kepada beragai rutinitas kami, Koran kampus Bestari, Skripsiku, Diklat Jurnalistik, PKMK ku, dan lainnya.
Satu hal yang bisa saya sampaikan, Belum Lengkap Petualangan Anda ke berbagai pantai kalau belum berkunjung ke pantai di Pulau Sempu ini.

Thursday, May 15, 2008

LET’S WRITE

by
Desy Ayu Pirmasari

A journey of a thousand miles must begin with a single step (Lao Tze)

Menulis bukan merupakan hal baru lagi buat kita. Sejak kecil kita sudah diajari menulis, so ini tidak akan sulit untuk kita lakukan. Menjadi seorang penulis bukan bakat atau kepintaran yang dibawa sejak lahir. Orang bisa menulis karena mereka punya niat yang kuat untuk menulis dan menuangkan ide-ide mereka ke dalam bentuk tulisan. Apapun yang akan kita lakukan, tentu semuanya bermula dari satu langkah awal, sebagaiman ungkapan dari Lao Tze di atas.
Banyak orang beranggapan bahwa menulis itu sulit dilakukan, menulis itu perlu bakat, menulis itu butuh ini itu dan lain sebagainya. Ada yang merasa kurang PD dan ragu terhadap dirinya sendiri, dan tak sedikit yang merasa minder or beranggapan bahwa orang lain lebih baik darinya. Ragu, minder, kurang PD, merasa tidak bakat dan tidak mampu, belum siap, dan lain sebagainya sering dijadikan alasan atau pembelaan untuk tidak menulis. Padahal kita belum mencobanya. Jadi sangat tepat sebuah ungkapan yang mengatakan we’ll never know ‘til we have try. Bukankah kita bisa menjadi apa saja yang kita inginkan, dan kembali lagi syarat utamanya adalah kemauan yang kuat, ketekunan dan doa.
Nah, langkah awal untuk menulis adalah banyak membaca, browsing di internet, dan yang tak kalah pentingnya adalah mengamati lingkungan or fenomena di sekitar kita. Selain itu, kita juga bisa menambah pengetahuan kita dengan sharing dengan orang lain, terlebih lagi jika orang tersebut ahli di bidang yang kita diskusikan. Dari berbagai hal tersebut, kita pasti akan mempunyai persepsi tersendiri tentang suatu fenomena.
Berangkat dari hal-hal tersebut diataslah kita bisa membuat sebuah tulisan yang layak publish ataupun yang layak untuk diperlombakan. Dilihat dari berbagai sudut pandang, menulis tidak akan membuat kita rugi. Dari aspek ekonomi or lebih spesifik lagi dalam hal financial, menulis bisa menjadi lahan yang produktif untuk mendapatkan penghasilan. Pengetahuan kita pastinya akan bertambah, kita juga bisa memperoleh banyak kenalan dan juga teman. Menjadi terkenal juga bukan hal mustahil jika kita rajin menulis, dan yang tak kalah pentingnya, kita bahkan bisa jalan-jalan ke tempat-tempat yang mungkin belum pernah kita kunjungi sebelumnya.
Tidak banyak syarat yang dibutuhkan untuk bisa menulis, berikut beberapa tips untuk memulai menulis:
1. Jangan pernah berpikir dan beranggapan bahwa menulis itu sulit.
2. Perbanyak membaca (buku, jurnal, majalah, Koran, etc).
3. Rajin browsing di internet.
4. Amati fenomena yang terjadi disekitar kita
5. Jangan pernah ragu untuk memulai, karena jika awalnya kita sudah ragu maka langkah selanjutnya akan kita jalani tanpa keyakinan diri. Hasilnya, tulisan kita pun menjadi kurang meyakinkan.
6. Tulis saja terlebih dahulu apa yang ada di pikiranmu (perihal susunan dan bahasanya belakangan).
7. Setelah semua persepsi dan ide sudah kita tuliskan, baru kita pikirkan bagaimana susunan yang menarik dan tepat.
8. Pastikan tulisan kita memuat hal-hal unik or baru.
9. Hindari Plagiatisme, jika kita merujuk pada sebuah pendapat dari orang lain, tuliskan sumbernya.
10. Jangan lupa, fomat tulisannya seperti piramida terbalik. Dimulai dari hal-hal yang umum dahulu, baru kemudian ke hal-hal yang spesifik.
11. Ikuti aturan penulisan yang ditetapkan oleh lembaga/media penyelenggara.
12. Terakhir dan tak kalah pentingnya, jangan lupa berdoa mengingat doa adalah penopang saat kita terjatuh.
Jika tulisan kita tidak dimuat or tidak menjadi juara dalam sebuah lomba penulisan, kita tidak boleh menyerah karena kegagalan adalah bagian dari proses meraih sukses. Terus menulis, karena dengan terus menulis kita bisa terus memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam tulisan kita sebelumnya.
So, let’s write… let’s make a first step and get everything we want. We will be the best, if we think we are the best.

How important is CSR?

Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau biasa dikenal dengan corporate social responsibility (CSR), merupakan isu yang berkembang sejak beberapa dekade lalu. Wibisono (2007), isu CSR bermula sejak tahun 1960-an atau pasca perang dunia II, dimana tuntutan untuk pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan mendorong berkembangnya sektor produktif dari masyarakat. Selain itu, kesadaran bahwa bumi memiliki keterbatasan daya dukung menjadikan isu kepedulian atas lingkungan menjadi sorotan pada dasawarsa 1970-an. Terobosan besar dalam CSR terjadi pada tahun 1997 oleh John Elkington melalui konsep 3P (profit, people, dan planet). Konsep tersebut dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, dimana menurutnya jika perusahaan ingin tetap eksis, maka yang harus diperhatikan bukan hanya profit, tetapi juga kontribusi positifnya kepada masyarakat (people) serta turut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Selain itu, komitmen berbagai negara untuk menciptakan sustainable development menjadikan CSR sebagai bagian yang tak terhindarkan. Brundland commissions pada tahun 1987 telah mengeluarkan definisi sustainable development sebagai pembangunan pada saat ini yang dilaksanakan tanpa menimbulkan kerugian bagi generasi yang akan datang (UNEP. 2007). International Federation of Accountants (2005) menyebutkan sustainable development berhubungan dengan ekonomi, lingkungan, dan isu sosial (karyawan, pendidikan, dan budaya), dengan mempertemukan antara kebutuhan manusia pada saat ini dengan masa yang akan datang tanpa merusak alam (bumi). Sehingga, konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan ini menuntut pengakuan akan hak manusia untuk hidup berdampingan dengan berbagai sumberdaya yang telah disediakan alam. Hal ini kemudian ditegaskan lagi oleh The World Business Council for Sustainable Development (1998) yang menyatakan CSR sebagai bagian yang terintegrasi dengan kosep sustainable development.
European Comission (2002), CSR merupakan sebuah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan ke dalam operasi bisnisnya dan interaksi dengan stakeholder secara sukarela. Perusahaan mengungkapakan informasi sosialnya tidak hanya untuk kepentingan ekonomisnya, tetapi juga disebabkan adanya tekanan dari karyawan, pelanggan, aktivis sosial ataupun public (Choi, 1998). The World Business Council for Sustainable Development (1998) menekankan bahwa CSR setidaknya berhubungan dengan hak asasi manusia, hak-hak karyawan, perlindungan terhadap lingkungan, keterlibatan masyarakat, hak-hak stakeholders, hubungan dengan suplier, serta adanya monitoring ataupun penilaian atas pelaksanaan CSR itu sendiri.
Di sisi lain, lingkungan hidup sebagai bagian dari CSR mendapat perhatian yang sangat besar dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan mencuatnya isu pemanasan global (global warming). Pemanasan global merupakan sebuah fenomena yang disebabkan oleh naiknya suhu rata-rata di atmosfer, permukaan laut, dan daratan. Ini mengakibatkan naiknya air laut, erosi, banjir, perubahan cuaca yang ekstrim, turunnya kualitas dan kuantitas air, serta mengancam kesehatan manusia (Susanta dan Hari Sutjahjo, 2007; http://www.nwri.ca; http://www. ucsusa .org). Perusahaan menjadi pihak yang mendapat sorotan paling keras terhadap berbagai perubahan alam yang terjadi. Wilson (2007), perusahaan membuang sedikitnya lima juta gallon racun per hari ke laut, dalam bentuk bensin, acrylantrile, merkuri, logam, dan lainnya. Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tercemarnya air laut dan mengurangi kualitas air. Selain itu, perusahaan juga merupakan penyuplai pencemaran udara yang berasal dari asap pabrik. Konferensi PBB mengenai perubahan iklim United Nation Climate Change Conference (UNCCC) mempunyai banyak pesan, dua diantaranya menyelamatkan bumi dengan membangun kesadaran lingkungan dan mencegah kerusakan lingkungan lebih parah. Karenanya perusahaan dituntut memperhatikan aspek lingkungan dalam usahanya, jika tidak ingin ditinggalkan konsumen (Sanda, 2007). Selain itu, komitmen 54 negara dan 33 organisasi untuk menerbitkan pedoman standar tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000 pada tahun 2010 nanti, membuktikan bahwa kepedulian masyarakat dunia akan hal ini semakin meluas.
Sehubungan dengan CSR juga pada awal tahun 1990-an, Indonesia menjadi pusat perhatian dunia setelah The New York Times dan berbagai media lainnya mengungkapkan penyimpangan praktik perburuhan/ketenagakerjaan oleh beberapa suplier Nike di Indonesia. Akibatnya, produk ini mengalami boikot oleh konsumen. Penyimpangan lainnya, pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah perusahaan pernah dilakukan oleh PT. Indorayon di Porsea Sumatera Utara, dimana kemudian berakibat pada diberhentikannya operasional perusahaan oleh pemerintah setempat. Beberapa tahun terakhir, Indonesia juga dihebohkan oleh semburan lumpur panas PT. Lapindo Brantas yang telah menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan, menggangu kehidupan masyarakat sekitarnya baik secara fisik maupun mental, hingga tidak berproduksinya beberapa usaha kecil disekitarnya dikarenakan tempat usaha yang tenggelam oleh lumpur. Hal ini tidak hanya mengakibatkan berhentinya operasi perusahaan, tetapi juga sorotan dari publik di seluruh dunia, khususnya dalam hal tanggungjawab perusahaan atas dampak yang ditimbulkannya, terlebih lagi permasalahan ini belum terselesaikan hingga sekarang.
Hal tersebut menunjukkan begitu pentingnya peran CSR. Porter dan Mark R. Kramer (2006) menyebutnya sebagai prioritas yang tidak terhindarkan untuk para pemimpin bisnis di setiap negara. CSR tidak hanya terkait dengan biaya sosial, paksaan dari lingkungan, ataupun kegiatan amal, CSR bahkan bisa menjadi sumber kesempatan, inovasi, dan keunggulan kompetitif. Produk dan situasi kerja yang aman tidak hanya mampu menarik perhatian konsumen, tetapi juga akan mengurangi biaya kerusakan ataupun kecelakaan kerja.
CSR merupakan kunci dalam meningkatkan daya saing dan produktivitas bisnis dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja. Perusahaan yang inovatif telah menyadari bahwa trend CSR mengalami peningkatan, dan mereka juga sudah menemukan cara untuk memasukannya dalam praktik dan proses bisnis mereka. Mengimplikasikan konsep CSR berarti menciptakan sumber inovasi serta merupakan sebuah usaha untuk mengotrol corporate image. Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan CSR terbukti mengalami peningkatan laba (Pekkarinen, 2006). Tidak adanya tanggungjawab sosial dan lingkungan akan menciptakan biaya tambahan sehubungan untuk menjamin kepatuhan terhadap regulasi, dimana biaya tersebut akan ditambahkan pada biaya saat ini (Cormier dan Magnan dalam Raar, 2004).
Morley (2004), kepedulian stakeholders dan customers mengenai dampak sosial dan lingkungan atas produk yang mereka gunakan mengalami peningkatan. Hal ini menuntut perusahaan agar bisa memaksimalkan return jangka panjang, dengan mengurangi dampak negatif usahanya. Hal ini diperkuat dengan perkembangan akan kesadaran masyarakat dunia terhadap pentingnya pelestarian lingkungan dalam satu dekade terakhir yang mengalami peningkatan sangat pesat. Kemudian diikuti pula dengan meningkatnya green consumerism, yaitu gerakan konsumen yang menginginkan produk yang layak dan aman, serta ramah lingkungan (environmental friendly). Pada akhirnya, ramah lingkungan tidak lagi bermakna meningkatnya biaya pengolahan limbah, akan tetapi justru efisiensi dalam proses produksi (Wibowo, 2002). Dengan demikian, saat ini CSR telah menjadi bagian dari strategi bisnis utama. Perusahaan harus memperhatikan etika bisnis, reputasi dan risiko manajemen, kekuatan konsumen dan tekanan pasar, kepuasan para investor, manajemen mata rantai supplier, sehingga akhirnya perusahaan mau tidak mau harus mengadopsi dan menerapkan kebijakan CSR (Rachman, 2004).
Anggraini (2006), tuntutan akan transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola perusahaan yang baik, menuntut perusahaan untuk mengungkapkan informasi atas aktivitas sosialnya. Dengan pengungkapan informasi sosial perusahaan, maka masyarakat dapat mengetahui sejauh mana pelaksanaan aktivitas sosial perusahaan, sehingga hak masyarakat untuk hidup aman, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Akuntansi konvensional selajutnya menuai berbagai kritikan, karena dianggap belum mampu mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga pada akhirnya menghadirkan konsep akuntansi yang dikenal sebagai Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Akuntansi konvensional cenderung mengabaikan pihak di luar stockholders dan bondholders. Padahal dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan telah disebutkan bahwa pemakai informasi keuangan perusahaan meliputi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Survey global yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit menunjukkan bahwa 85% eksekutif senior dan investor dari berbagai organisasi menjadikan CSR sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan (Warta Ekonomi dalam Sayekti dan Ludovicus Sensi Wondabio, 2007). Karenanya, sudah sepatutnyalah akuntansi dapat mengakomodir kepentingan berbagai pihak, diantaranya dengan melakukan pengungkapan atas tanggungjawab sosial perusahan.
Pada dasarnya di Eropa dan Amerika, sejak tahun 1970-an telah banyak dilakukan penilaian secara statistik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dan lingkungan oleh perusahaan. (Kokubu et al. 2001). Gray et al. (1995), CSR telah menjadi subjek dalam penelitian di bidang akuntansi dalam dua dekade terakhir. Meskipun demikian, peneltian tentang praktik pegungkapan tanggung jawab sosial, (Hackston dan Markus J. Milne, 1996), terpusat di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, hanya sedikit penelitian yang di negara lain seperti Jerman, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Malaysia, Indonesia dan Singapura.
Sedikitnya riset dalam hal ini di Indonesia, sehingga tidak mengherankan jika belum ada peraturan yang mewajibkan pengungkapannya secara detail. Dapat dilihat dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosialnya secara lengkap dan spesifik (SAK No. 1, paragraf 09):
Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi indutsri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pengungkapan atas hal-hal sosial ataupun lingkungan masih bersifat sukarela (voluntary). Sehingga kesadaran untuk mengungkapkan aktivitas sosial dalam laporan tahunan pun masih sangat rendah di Indonesia. Departemen Keuangan (2006) melaporkan bahwa perusahaan yang mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaannya dalam laporan tahunannya hanya sebanyak 40%. Kepedulian terhadap tanggung jawab sosial pun dianggap masih sangat kurang di Indonesia, sehingga perlu ditingkatkan di masa yang akan datang.
Bertolak dari hal tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui praktik pengungkapan informasi sosial pada perusahaan di Indonesia, sebagai wujud tanggung jawab sosial yang dilakukan. Selain itu, peneliti juga ingin meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk mengungkapkan informasi tersebut.